Langsung ke konten utama

Tahu Petis Yudhistira: Kuliner Kakilima yang Naik Kasta

foto rame2 di outlet

Bismillahirrahmanirrahiim...
             Hari Rabu sore, tanggal 16 Maret 2016 kemarin, komunitas blogger Gandjel Rel Semarang mendapat undangan istimewa dari Mbak Wieke, owner Tahu Petis Yudhistira. Bertempat di outletnya yang asyik dan cozy, kami berkesempatan sharing dan menggali inspirasi dari mbak Wieke tentang perjalanan usaha kuliner Tahu Petis Yudhistira.
siapa mau ikutan lomba selfie hihi
                Bisnis kuliner yang ber-tagline we serve you Semarang’s unique original recipe ini, berdiri sejak tahun 2006 di Jakarta. Sejak tahun 2000, beliau hijrah ke ibukota. Ide bisnis ini berawal dari kegalauan Mbak Wieke akan jam kerja kantornya yang super padat, kemudian beliau memutuskan resign. Saat itu terpikir untuk menjajal kuliner Semarang yaitu tahu petis dengan pangsa pasar orang jawa. Setelah mengembangkan resep dengan uji coba berkali-kali hingga mendapat citarasa yang pas, dibukalah gerobak Tahu Petis Yudhistira di pasar Tebet dengan modal sekitar 3 juta rupiah.
petis in box
             Sambutan pasar lumayan, Mbak Wieke melebarkan sayap untuk concern mengembangkan bisnis di Kebayoran Baru, Jakarta selatan. Beliau menyewa tempat di ITC Ambassador selama 1 tahun. Produknya pun semakin dikenal khalayak. Bahkan dalam waktu tak begitu lama, telah membuka outlet di Plaza Indonesia. Wah, keren banget ya.
            Tahun 2008, mbak Wieke terpilih menjadi pemenang kedua wanita wirausaha Femina akan branding Tahu Petis Yudhistira yang benar-benar naik kasta ini. Tim juri dari Femina mengemukakan kelebihan usaha mbak Wieke yaitu mengangkat produk kakilima, branding/ kemasan yang menarik, dan dijual online via kaskus. Inilah turning point yang membuat Tahu Petis Yudhistira semakin dikenal masyarakat luas.
           Tahun 2009, Mbak Wieke dan suami mengikuti ajang bergengsi festival jajanan Bango di Senayan. Juga meresmikan website www.tahupetis.com.
crispy n yummy...
           Pada tahun 2010, Mbak Wieke mulai belajar tentang mem-franchise-kan usaha. Mulai dari membuat SOP, mencari mitra, hingga jatuh bangun dalam mengembangkan usaha tahu petis ini sehingga sampai kini sudah ada 5 outlet yang tersebar di Cibubur, Cinere, Mal Sumarecon Bekasi, Balikpapan, dan Semarang.  Pada tahun ini juga Mbak Wieke memiliki ide untuk menembus pasar retail yaitu dengan mengusung brand petis siap saji tanpa pengawet. Melalui serangkaian pengalaman, akhirnya dipakailah teknik pasteurisasi untuk membuat petis tahan selama 6 bulan. Teknis pasteurisasi adalah proses pemanasan makanan yang bertujuan membunuh organisme merugikan seperti bakteri, protozoa, serta memperlambat pertumbuhan mikroba pada makanan. Dengan begitu, produk ‘Petis in Box’ mulai beredar di pasaran.
nyimak perjuangan di balik kisah sukses TPY
                Bulan Juni tahun 2015, dari sebuah garasi rumah orangtuanya, tercetus ide untuk membuka outlet Tahu Petis Yudhistira. Mbak Wieke yang memang asli Semarang ‘memulangkampungkan’ Tahu Petis Yudhistira yang malah booming duluan di ibukota. Setelah launching, outlet di Semarang semakin berkembang.  
                Dalam memasarkan produknya, Mbak Wieke melakukan promosi dengan menyebar brosur serta memasang iklan di radio, koran, sosial media, dan gethok tular (dari mulut ke mulut). Dari sekian banyak cara itu, media sosial dan gethok tular-lah yang paling efektif untuk ‘menyeret’ calon pembeli.
rasa ciamik, kemasan cantik
                Impian Mbak Wieke, semoga kedepannya Tahu Petis Yudhistira menjadi salah satu brand kota Semarang, setelah lumpia. Harapannya nanti Semarang menjadi kota tahu petis. Aamiin ya mbak. Semoga impiannya segera terwujud.
                Sembari menyimak kisah sukses Mbak Wieke, kami juga mencicipi produk unggulan Tahu Petis Yudhistira yaitu tahu petis yang menggunakan petis udang khas Semarang, lumpia isi rebung yang padat yang crispy, tahu bakso kakap, dan petis in box. Tahu petis dan kawan-kawannya itu makin mak nyuss ditemani acar mentimun dan cabai rawit. Nggak rugi deh mampir ke sini hihi.

Mbak Wieke, owner TPY yang welcome banget
                Di outlet Semarang ini, Mbak Wieke juga turut memasarkan produk-produk UMKM binaan desperindag seperti keripik pisang, kerupuk keju, keripik tempe, sambal bawang, peyek, juga aneka tas dan dompet. Jadi bagi pengunjung yang mau sekalian beli oleh-oleh khas Semarang, hmm bisa bangeet.
                Jam setengah 8 malam, setelah acara ditutup dengan berfoto-foto ria, masing-masing dari anggota blogger Gandjel Rel pamit. Bagi saya, pertemuan dengan Mbak Wieke dan teman-teman blogger memberi suntikan motivasi dan inspirasi yang tiada habis. Juga tentu mengeratkan tali silaturahim yang insya Allah mengalirkan rezeki. Aamiin.

Tahu Petis Yudhistira
Jl. Yudhistira no.21 Semarang 
(Masuk dari samping UDINUS, lurus sampai pentok sekitar 100 m. Kanan jalan)
Buka dari pukul 10.00- 20.00
Melayani delivery order (area dalam jangkauan kami)
More info:
Tlp/wa                  : 0812 899 00123
Facebook            : Tahu Petis Yudhistira
Twitter                 : @juraganpetis
Instagram            : tahupetisyudhistira
Website               : www.tahupetis.com

Komentar

Arina Mabruroh mengatakan…
Mba Wieke keren banget og. tahunya juga enak, hehe
Marita Ningtyas mengatakan…
huhuhu, pengen banget ikut gabung kemarin... jadi mupeng ma tahu petisnya niih....
Arinda Shafa mengatakan…
Mb arina: lumpia juga enak bingit hihi
Mb marita: next time mbak mampir sana. Hihi.

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel 'mengejar-Ngejar Mimpi' Dedi Padiku

Judul Buku       : Mengejar-Ngejar Mimpi Penulis              : Dedi Padiku Penerbit            : Asma Nadia Publishing House Jumlah halaman: 324 halaman Tahun Terbit    : Mei 2014 Jungkir Balik Demi Mimpi             Kisah ini berawal dari impian. Mimpi seorang pemuda lugu bernama Dedi yang sejak kecil ditinggal orangtua. Ia menjadi sopir angkot demi bisa makan dan membiayai sekolah. Ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat terbaik dan cinta pertama yang kandas, bersamaan dengan kelulusan sekolah.               Mimpinya untuk menjadi orang sukses tak pernah padam, meski suratan nasib mempermainkannya begitu kejam. Meski begitu, ia harus berjuang. Menjemput mimpi untuk bekerja di Jepang. Lagi-lagi, jalan takdir membelokkan arah hidupnya. Ia harus merasakan kembali menjadi sopir, kuli panggul, dan menantang kerasnya hidup di kota Palu dan Manado. Lantas, ibukota pun didatanginya dengan modal nekat, juga sempat berkhianat. Demi bertahan hidup di Jakarta, pekerjaa

Review Film Keluarga Cemara: Menyadarkan Kita akan Makna Keluarga

Assalamu’alaikum, kawans Alhamdulillah kami dapat kesempatan untuk nonton film yang barusan rilis, yaitu Keluarga Cemara. Film yang tayang serentak di bioskop Indonesia sejak tanggal 3 januari 2019 lalu, menyedot banyak penonton dari banyak kalangan. Orangtua, anak-anak, bahkan remaja. Segala usia lah. Di hari kedua tayang, kami sekeluarga berniat nonton mumpung ada jadwal tayang jam 19.15 di DP Mall. Pikir kami, nonton sudah dalam keadaan lega. Udah shalat isya dan makan malam. Jadilah habis maghrib kami turun gunung dalam keadaan mendung pekat. Hujan udah turun. Saya berdoa agar hujan segera berhenti demi menepati janji sama anak-anak. Alhamdulillah doa saya terkabul. Namun, eng ing eng! Ada tragedi kehabisan bensin di tengah jalan sehingga sampai di bioskop sudah lewat setengah jam. Ternyata jadwal tayang jam 19.15 juga sudah sold out. Akhirnya kepalang tanggung sudah sampai di sini. Kami ambil tiket yang mulai jam 21.35 dan dapat seat baris kedua dari layar. It means

(Resensi) Novel Guru Aini: Tentang Cita-Cita, Keberanian, dan Idealisme

Judul                : Guru Aini Penulis              : Andrea Hirata Penerbit            : Bentang Pustaka Cetakan            : pertama, Februari 2020 Jumlah hal        : 336 halaman ISBN                : 978-602-291-686-4 sumber: www.mizanstore.com             Gadis lulusan terbaik itu bernama Desi. Jelita, jangkung, dan cerdas bukan buatan meski berkemauan kuat dan berkepala batu. Orangtuanya juragan terpandang. Dengan berbagai anugerah itu, Desi bisa menjadi apapun yang dia inginkan. Namun tak dinyana, di usianya yang baru 18 tahun, dia sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Desi ingin mengabdi di pelosok desa sebagai guru matematika sebab negeri ini kekurangan guru matematika. Desi tak sedikitpun tergiur oleh karir-karir menjanjikan di luar sana. Menjadi guru adalah panggilan jiwa.             Sang ayah memberikan hadiah sepasang sepatu olahraga untuk Desi untuk menggapai cita-citanya. Sepatu isti